Selasa, 26 November 2013

Meneropong Potret Solo

Perjalanan satu jam Jakarta-Solo di angkasa serasa singkat untuk ditempuh dengan burung besi itu. Penuh syukur dapat menapakkan kaki di bumi Solo dengan moda yang tak biasanya. Aku terlalu sering melakukan perjalanan dengan bus, dan terkadang naik kereta api. Menikmati pemandangan sepanjang jengkal perjalanan adalah sebuah ekstase tersendiri. Dan di penerbangan pertama sekaligus kesempatan kedua ke Solo ini kubisa sedikit mengintip awan berarak di langit yang nampak begitu dekat.
“Sugeng Rawuh” adalah sebuah frase hangat yang serasa disuguhkan manakala tiba di kota ini. Dengan tas carrier di punggung, tibalah kemudian di sebuah hotel di daerah Kra yang langsung menebarkan aroma keramahan. Pun diiringi gendhing Jawa mengalun terdengar di seluruh penjuru ruang. Nyaman dan damai. Sebuah kesan mendalam selalu terasa acapkali mendengar alun musik khas Jawa ini.
Jasad ini berlalu lalang di area itu, tapi jiwa dan pikiran ini sudah tertuju pada suatu tempat nan tinggi: Puncak Gunung Lawu. Pendakian ini adalah pendakian pertamaku, dibersamai rekan seprofesi yang punya satu misi, ditambah dengan teman baru dari Jawa Timur jua yang berjiwa petualang-pendaki luar biasa.
Keesokan pagi, kaki melangkah ke luar pelataran, menyaksikan cercah kecerahan Solo. Anak-anak manusia ini memulai petualangan menuju Tirtonadi, berlanjut Tawangmangu, hingga menuju satu titik di tempat yang tinggi di Puncak Lawu. Dalam perjalanan, bertemulah dengan wajah-wajah penduduk yang bersenyum ramah, bersapa lembut sehalus bahasa krama inggil yang selalu terdengar santun, termasuk berjumpa dengan 5 orang mahasiswa asal Yogyakarta yang mengingatkan pada kisah 5 sahabat dalam sebuah novel yang akhirnya difilmkan. Seru.
Awal yang indah. Sembari makan siang di warung lesehan untuk menyiapkan energi, kepala ini terdongak, hati pun berdecak kagum memandangi karya indah yang terdampar di depan mata meski masih jauh terjangkau. Lantas kami memanasi otot-otot kaki yang serasa tak sabar untuk mendaki. Nafas pun bertata bersesuaian dengan hembus angin yang menyambut erat. Tak lupa, hati menunduk seraya berdo’a.
Sambutan penantang jiwa
“Cemoro Kandang, 8 jam, Hargo Dumilah”, kata-kata itu tersemat di pikiran ini. Mendaki, mengitari gunung meninggi dengan dinding raksasa bercat hijau dan coklat di sekeliling rasanya mampu menghipnotis rasa lelahnya raga. Dan dari sini pula diri tak henti memuji kuasa Ilahi yang menciptakan karya dengan luar biasa indah megah.
Sambil menuruti langkah kaki, diiringi tarian burung yang seakan menunjukkan jalan, kami pun dengan terpana memandangi edelweis yang tumbuh dengan cantik, awan yang berarak memberi semangat, langit biru yang memberi keteduhan mata selalu, parade burung elang yang melayang, matahari yang mengobarkan bara api dalam diri, serta angin yang lembut membelai jiwa dalam dinginnya suasana alam semesta.
“Setelah kau sampai puncak (Lawu) ini, kau pasti akan ketagihan,” ujar kawanku.
 Ah, bahkan sebelum sampai di sana pun aku sudah ketagihan. Pendakian ini seperti sebuah ekstase yang menyenangkan. Aku sangat suka segitiga, aku suka puncak. Filosofis. Paparan karya Tuhan ini sungguh berhasil menghipnotis dan menjadi candu.
Cakrawala dari balik padang edelweis

Sunset kali ini terasa sempurna. Kumenyaksikannya dari negeri atas awan dunia, dihiasi lembayung senja menghangatkan jiwa. Silih dan bergantilah ia dengan purnama. Sajakku.
Sunset di balik negeri atas awan
Edelweis yang "berkamuflase"
2 jam selanjutnya kaki pun terhenti di puncak lawu, Hargo Dumilah. Sabtu, 21 September 2013 nyaris pukul 20.00 WIB. Dalam pendakian pertama ini, rasa syukur seolah tak henti karena telah terantarkan ke tanah nan tinggi dengan potret keajaiban alam indah tiada tara.
Sekeliling sudah gelap. Tenda pun telah berdiri. Dan tiga anak manusia ini pun akhirnya terlelap dalam sanubari menanti pagi.
Lalu menyaksikan mentari bangun dari peraduan mimpi menepati janji. Dia begitu cantik, mempesona insan yang memandang. Puluhan pasang mata yang ada di puncak serentak takjub. Mereka datang dari berbagai penjuru, berkumpul dalam satu titik puncak yang ada di Solo ini. Dalam pancaran hangat sang mentari yang menerobos dinding hati, jiwa sejenak teringat pada baris-baris ayat yang melukiskan keseimbangan alam ini. Dan sontak tertegur betapa tak ada nikmat Tuhan yang dapat kita dustakan. Hingga mata berkaca seiring desah nafas yang terselimuti dinginnya udara pagi.
Hargo Dumilah - Puncak Gunung lawu

Luar biasa. Indah sekali meneropong daerah ini, pun saat menuruni sang Lawu. 3 jam serasa singkat, secepat besok akan bertemu dengan Senin di Jakarta. Perjalanan kaki di Solo ini sangat menyenangkan. Meski jejak tapak kaki itu akan terhapus angin berhembus, dan terlindas roda-roda, tapi kisah indah Solo tak akan pernah lekang oleh zaman. Layaknya seni budaya yang akan terus di-uri-uri agar melestari, kearifan lokal yang melekat dalam sanubari, dan keajaiban alam yang terpatri dalam hati bersama potret yang tertangkap oleh mata -lensa terbaik- yang dicipta oleh Sang Pencipta jagad raya dengan segenap isi dan kemegahannya. Bukan lelah yang menggelayut, tapi semangat barulah yang menggelora dalam nafas yang berhembus. Solo tak hanya terkenal dengan "The Spirit of Java"-nya, tapi juga patut dinobatkan sebagai "The Spirit of Soul": semangat jiwa.
Kala langkah harus kembali
Menangkap potret alam sebelum pulang

Minggu sore hari kami sudah berada di Bandara Adi Sumarmo. Dalam moment menunggu boarding, perhatian orang-orang seketika tertuju pada sosok pria luar biasa yang pernah menjadi pemimpin Solo ini. Bapak Joko Widodo. Pak Jokowi serasa menjadi magnet yang menarik kami untuk mendekat. Terasa sekali aura kepemimpinan sahajanya tapi tetap berwibawa. Bahkan selama di Jakarta pun aku tak pernah bertemu beliau. Subjektif sekali menilai beliau? Bagaimana pun beliau adalah orang berpengaruh dan berjasa bagi Solo, pun Jakarta. Bonus. Ini adalah bonus kunjungan ke kota nan ramah dan damai ini.
Bertemu Pak Jokowi : moment tak terduga

Apa mau dikata, diri ini lantas terbawa burung besi menuju kota metropolitan lagi, bersama pemimpin Jakarta tempo ini. Dalam hati tergumam kata,”Aku akan merindukan segenap potret indah kota Solo ini.” Dan bukan sekadar angan. Saat ini keluarga tengah "mengamati" kalender untuk mencari waktu yang tepat ke kota Solo. Menikmati wisata kulner, wisata seni dan budaya, serta wisata alam di sini pasti akan menjadi cerita seru perjalanan selanjutnya. #VisitSolo

Senin, 25 November 2013

Passion

Passion. Tema ini terbersit saat ngobrol dengan seorang teller bank sambil menunggu redanya hujan. Sambil tanya-tanya soal pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas deposito, aku bertanya santai, “Mbak sarjana ekonomi?”
“Bukan, saya lulusan sastra Inggris”
“Kok bisa terjun di dunia perbankan?”
“Iya, dulu sewaktu ada recruitment bank ini saya mendaftar dan lolos. Jadilah saya bekerja di bank. Gak nyambung ya?”
“Iya” (sambil garuk-garuk kepala dalam hati, apa? Emang bisa? #abaikan)
 Sepulang dari bank ini, aku baru nyadar, “ngapain jauh-jauh, wong aku juga kuliah gak sesuai bidang yang kusukai (waktu itu)”. Ya, dulu aku paling suka dengan sains. Cita-cita pingin jadi agronom, tapi hasrat ingin jadi guru.
Nyatanya, aku malah kuliah di bidang perpajakan, bertemulah dengan peraturan perundang-undangan dan akuntansi. Awalnya sih serasa tersesat dan tak tahu arah jalan pulang (persis lirik lagu sebuah band?). itulah sisi lain kehidupan yang bernama pilihan. Saat dijalani, ternyata tak seburuk yang kukira. Bahkan, di kampus pun justru banyak bertemu kawan yang berubah haluan dari passion-nya. Di sana kutemui para mantan calon guru, dokter, ekonom, hingga mantan calon insinyur. Mereka meninggalkan kampus sebelumnya dan memilih kuliah di kampus plat merah ini.
Ada apa dengan semua ini? What is the passion? Where is the passion?
Salah satu definisi passion adalah “an intense desire or enthusiasm for something”. Atau secara awam dapat diartikan sebagai “suatu keinginan kuat atau semangat besar pada sesuatu”.
Sebagian orang berpendapat bahwa passion adalah sebuah idealisme. Sebagian lagi beropini bahwa passion dapat berubah, termasuk saat dihadapkan pada realita dan pilihan hidup.
Aku ambil contoh lagi, kawan yang dulu sekolah di jurusan IPS dan punya passion menjadi guru lantaran punya keinginan untuk mengubah wajah pendidikan, saat ini bekerja di perusahaan elektronik dengan “sangkaan” bahwa dia lulusan IPA dilihat dari kinerja baiknya. Sementara kawan lain masih “menunggu” dan mencari pekerjaan yang cocok dengan gelarnya sampai saat ini. Ada juga yang kuliah sesuai passion dan kini menjalani pengabdian luar biasa di berbagai penjuru Indonesia.
Bagaimanapun passion itu bisa terus tumbuh. Disebut juga ia bisa berubah. Bagaimanapun passion akan menjadi bagian dari idealisme hati dan jiwa yang harus siap “beradu” dengan realita. Dan realita itu kerap menampakkan wajah pekerjaan dengan sisi gengsi dan janji penghasilan yang menjanjikan hingga yang tak masuk di nalar. Jika passion ada di hati dan tumbuh dalam jiwa, maka realita ada di depan mata dan keputusan ada di tangan dan garis tangan. Dan passion pun perlu bersiap jika bertemu dengan semboyan “Hidup adalah Pilihan”.

Minggu, 09 Desember 2012

(Belajar) Memaknai Sukses

http://blogs.voices.com/buzz/success.jpg

“Wah, ini dia nih calon orang sukses”
Entah sudah berapa kali aku mendengar rangkaian kata-kata ini. Semakin sering mendengarnya makin sering pula penasaran dengan ada makna apa di dalam kata sukses yang mereka nyatakan. Dan aku hanya bisa meng-aamiin-i (karena kedengarannya itu doa), lantas bertahmid “alhamdulillah” (karena yang patut dipuji hanya Allah).
Setiap manusia berhak untuk sukses –sukses menurut versi masing-masing-. Bahkan Andrie Wongso pun memotivasi dengan kalimat “success is my right”. Jadi, kalau ingin sukses ya “bela hakmu untuk sukses”. Caranya? Ikhtiar (berusaha), melakukan yang terbaik dari segenap kemampuan, lantas bertawakkal hanya kepada Allah.
Pernah mendengar kalimat “orang beruntung itu bisa mengalahkan orang pintar”? Jadi, tak harus pintar untuk menjadi sukses, karena beruntung sudah lebih dari cukup? Bertahun-tahun kata-kata ini tidak terpatahkan dalam pikiran. Hingga akhirnya bertemu dengan buku how to master your Habits karya Ust. Felix Y. Siauw. Di dalamnya ada sebuah kalimat, “Tahukah kita bahwa keberuntungan bukanlah sebuah kejadian acak dan kebetulan?”
Pernah mendengar kisah Abdurrahman bin Auf? Seorang sahabat yang kaya raya, yang kemudian meninggalkan seluruh hartanya dan istrinya, untuk turut berhijrah ke Madinah. Apakah beliau dengan serta merta menjadi orang termiskin di Madinah lantaran seluruh kekayaannya ditinggalkan di Makkah? Dengan berbekal ilmu perdagangan, tatacara  perdagangan, sikap mental pedagang, potensi pasar, diferensiasi, networking, dan semua teknik dagang yang dikuasai, beliau menjadi pedagang sukses di Madinah dan menjadi orang terkaya. Benar-benar from zero to hero.
Semakin usia ini berkurang (bilang saja menua), semakin melihat seberapa banyak mereka yang menilai bahwa pendidikan,

pekerjaan saat ini, atau (lebih muluknya lagi) harta saat ini atau yang bakal diraih di kemudian hari merupakan indikator diraihnya kesuksesan. Dalam konteks ini tak ada maksud sedikitpun untuk memandang sebelah mata pentingnya pendidikan, tapi sekadar menggarisbawahi bahwa kadang pengenyaman pendidikan itu tidak serta merta benar-benar mengubah kepribadian seorang manusia dan kapabilitasnya sehingga menjadi jaminan bertahun lagi dia akan sukses. Seyogianya, pendidikan menjadi ajang penggemblengan sikap mental pembelajar, yang kelak akan menjadi pekerja-pekerja hebat dalam bidangnya. Tapi, kalau sejenak bercermin, apakah kita sudah mempersiapkan diri dan mental, serta menginterpretasikan dalam kebiasaan-kebiasaan dalam bergulirnya hari yang kelihatannya datar? Apakah keinginan sukses hanya akan menjadi hiasan di mulut yang akan lenyap bagai asap? Terlepas dari apapun makna sukses bagi tiap-tiap mata penglihatnya.
Awamnya, kesuksesan menjadi tonggak dari kebahagiaan seseorang. Nah kalau dibalik, kebahagiaan itu menjadi tolok ukur kesuksesan seorang manusia. Bahagia. Sukses. Bahagia karena sukses melawan hawa nafsunya. Bahagia karena berjuang untuk senantiasa berjalan di jalan Rabbnya. Bahagia karena sukses mensyukuri setiap anugerah dan musibah. Bahagia karena sukses mencurahkan segala potensi diri.
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui karena penulis masih jauh dari layak untuk itu. Tulisan ini hanya sekadar tamparan jiwa bagi diri pribadi yang acap tak sadar diri dalam belajar menyeimbangkan kata ingin dan ikhtiar. 

Selasa, 04 Desember 2012

Generasi Milkuat: Generasi Cerdas, Sehat, dan Hebat


Belajar dan menambah pengetahuan seputar anak dan gizi anak merupakan hal yang perlu bagi setiap orang tua. Sebagai generasi muda, yang kelak akan menjadi orang tua, tak ada salahnya juga kita belajar dan peduli mulai dari sekarang. Saat ini saya beranjak usia 23 tahun, berada di usia itu tepat pada 22 Desember nanti. Sebagai seorang anak yang dilahirkan ibu yang hebat tepat di Hari Ibu pula, sekaligus nantinya akan menjadi calon ayah kelak, saya tengah belajar parenting, dengan objek pembelajaran saya adalah keponakan. Dia adalah si sulung, anak pertama kakak, yang berusia 8  tahun pada 31 Desember ini. Namanya Danang.
Melihat tumbuh-kembangnya si sulung, saya belajar betapa orang tua harus ekstra kreatif dalam mengatur, mengontrol, dan menjaga pola makan sekaligus pola hidup anak. Hal ini menyangkut dengan kebiasaan yang merupakan hasil dari pola pembiasaan semasa kecil. Jelas saja akan berpengaruh pada tumbuh kembang, baik secara fisik maupun psikologi anak.
Perhatian terhadap selera makan anak adalah hal yang patut menjadi concern bagi orang tua. Saya melihat selera, konsumsi, dan pola makan si sulung mulai sulit dikontrol sejak dia masuk Taman Kanak-kanak (TK). Karena orang tua hanya mengantar jemput saja, jadi tidak bisa mengawasi jajanan yang dia beli di lingkungan sekolah. Alhasil, makanan dan minuman dengan zat additif dan diragukan kebersihannya rawan sekali dikonsumsi oleh anak, termasuk di antaranya minuman sejenis es atau susu dengan pewarna serta pemanis buatan. Terkait pemanis buatan yang berbahaya, makanan dan minuman dengan kandungan gula (glukosa) tinggi pun bisa membuat anak cepat merasa kenyang sehingga menjadi susah makan. “Belum lapar”, begitulah alasannya. Saat itu dia juga susah minum susu, kurang bersemangat, di sekolah pun tidak fokus (tidak konsentrasi) dengan kegiatan yang diberikan. Dan yang cukup mengherankan kami, dulu si sulung paling tidak suka menyanyi, padahal itu adalah aktivitas paling menyenangkan bagi anak-anak seusianya. Beda sekali dengan sekarang.
Si sulung adalah tipe anak pemilih. Dia suka rewel dalam memilih makanan. Sekalinya tak suka, dia tak mau makan. Dipaksa pun percuma. Terlebih sejak duduk di bangku kelas 1  sekolah dasar. Dia susah sarapan, sekalinya mau makan, hanya bisa masuk beberapa suapan. Akhirnya, salah satu solusi dari problem ini adalah dengan membuatkan makanan yang tampilannya lebih asyik, nasi yang dicetak, atau lauk dengan garnish menarik setidaknya bisa mendorong selera makannya.
Dalam minum susu pun si sulung tak bisa teratur lantaran dia cepat bosan. Apalagi ibunya juga sering kerepotan kalau pagi karena harus mengurus si bungsu, jadi menyiapkan keperluan si sulung juga tidak bisa sempurna. Dengan adanya milkuat botol tiger, ibu menjadi tidak kerepotan dalam menyiapkan bekal. Ibu pun tidak khawatir lagi untuk memberikan minuman bergizi dan sehat bagi si sulung. Higienitas susu yang diminum pun terjamin dengan segenap manfaat yang terkandung di dalamnya. Milkuat ini tak hanya praktis, tapi juga higienis.
Bekal Sehat untuk Danang
Untuk lebih yakin dengan kandungan gizi dalam milkuat, kami mengecek informasi nilai gizi pada label botol milkuat tiger. Kemudian kami menelaah manfaatnya satu demi satu, sambil mengingat dan membuka buku biologi yang merupakan sumber belajar pada saat masih sekolah dan saat masih menjadi pengajar les private, lebih tepatnya pada bab sistem pencernaan, subbab zat-zat makanan. Setidaknya bisa sekaligus mengajari si sulung, menjadi media edukasi untuk lebih mengetahui manfaat dari zat gizi yang diminum dan dibutuhkannya.
Selain mengandung protein, karbohidrat dan lemak, milkuat botol tiger memiliki nilai gizi plus ekstra sebagai berikut. 
- Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) : berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi;
- Vitamin A : berperan dalam pembentukan indra penglihatan, menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh; 
- Vitamin B kompleks, yaitu Vitamin B1, B3, B5, B6, serta vitamin B2, B9, dan B12 : berperan dalam metabolisme untuk menghasilkan energi, pertumbuhan, dan produksi antibodi untuk pertahanan tubuh; 
- Vitamin D : membantu metabolisme kalsium (penyerapan kalsium) dan fosfor. 
- Ekstra: Zat Besi (Fe) yang berperan dalam pembentukan hemoglobin dan Zink yang berguna dalam metabolisme energi, menunjang sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, dan konsentrasi (daya ingat). Kekurangan zat-zat ini dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, perilaku, hingga gangguan pencernaan dan susah makan.
Dilihat dari komposisinya, milkuat diproduksi dari susu segar dan gula pasir. Jadi, milkuat aman dikonsumsi, di samping tak diragukan lagi kandungan gizi yang ada di dalamnya, yang secara keseluruhan, semuanya berguna bagi pertumbuhan, kesehatan, imunitas, dan kecerdasan anak.
Dari segi taste alias rasa, varian rasa coklat menjadi favorit si sulung. “Enak,” katanya. Benar-benar chocolicious. Tetapi tak kalah sukanya juga dengan strawberry fantasy. Dan milkuat sepertinya sudah mempertimbangkan selera anak-anak, dari rasa hingga wadah dengan bentuk maskotnya, yakni macan yang kuat dan bersahabat. Milkuat botol tiger memang didedikasikan untuk generasi terbaik, tak hanya terbuat dari susu murni terbaik, tetapi juga dikemas dalam botol yang unik. Dan ini menjadi satu inovasi yang menarik.
Dari pengalaman kami, anak milkuat yang diarahkan dengan bimbingan yang baik dapat menjadi anak yang “Memiliki Inisiatif Lebih, Kreatif, Useful, dan AkTif”.
Satu hal yang kadang membuat saya kagum pada si sulung adalah inisiatifnya. Pernah dia mengeluarkan koleksi kelerengnya, dan menjadikan media bermain “mandi kelereng” untuk si bungsu Davin, adiknya. Dan si adik pun gembira dengan permainan baru dari si kakak. Dan, aktivitas ini bersyarat: harus tetap didampingi orang tua karena si adik masih suka memasukkan sembarang benda ke dalam mulutnya.
Davin & Danang
Si sulung juga cukup kreatif, meskipun kreativitasnya tidak sempurna dalam mengeksekusi karya. Saat melihat kardus (karton) bekas, dia mempunyai ide untuk membuat kuda lumping. Untuk kali ini, dia belajar mengolah botol milkuat tiger menjadi sesuatu yang lebih seru, selain bisa untuk bermain. Botol milkuat kami buat menjadi tempat pensil lucu, dan penyangga baling-baling kertas.
Belajar bersama benda kreasi
Useful. Si sulung suka berinisiatif meminjamkan buku catatannya jika teman dekatnya tidak masuk sekolah. Sesekali dia juga mengajak belajar bersama. Meskipun temannya tidak berlaku sebaliknya jika si sulung tidak masuk sekolah, setidaknya dia sudah belajar menjadi anak yang useful (berguna) untuk orang lain.
Be useful for other(s)

Aktif. Bisa dibilang, si sulung ini cenderung tidak bisa diam. Dan ini dia salah satunya. Dia suka main bola basket di depan rumah. Padahal ketinggian ring basket hampir mencapai 3 meter. Seru melihat effort dan euforianya saat sesekali berhasil memasukkan bola. Sering juga dia menggunakan bola plastik, agar lebih ringan saat dilempar. Lucu. Di samping itu, dia juga suka bermain game board bonus pembelian milkuat botol tiger untuk memainkan tim bola andalannya, tim merah, melawan tim loreng milik om junior (adik saya, Irfan, 12 tahun).
Minum milkuat untuk bersemangat
Game Board bola : bonus beli milkuat botol tiger
Tim Merah vs Tim Loreng


















Terakhir, untuk urusan prestasi akademik, si sulung masih dalam kategori 5 besar di kelas. Jadi, saat penerimaan rapor kami tak perlu lama menunggu, karena biasanya pemberian rapor adalah dimulai dari yang berperingkat. Harapan kami, semoga dia bisa meningkatkan prestasi dan mempertahankannya, serta diberikan kecerdasan dalam berpikir dan bersikap.
Ayah bunda, serta calon ayah dan bunda, memperhatikan tumbuh kembang anak adalah hal wajib dan bisa dikatakan prioritas. Anak yang sehat dan kuat pasti menjadi dambaan bagi setiap orang tua. Selain itu, pertumbuhan fisik juga harus diimbangi dengan perkembangan mental dan psikologis yang baik, serta perkembangan otak yang optimal. Anak perlu dikembangkan kreatifitas dan daya pikirnya dengan membiasakan “belajar”, serta diberikan asupan gizi yang tepat dan seimbang. Berikan susu yang terbaik, untuk generasi yang lebih baik. Berikan apa yang disuka, tapi menyimpan manfaat bagi mereka.
Untuk pengetahuan dan tambahan informasi, silakan kunjungi milkuat.co.id. Di dalamnya kita dapat belajar tentang gizi anak, mendapatkan tips seputar itu dan mengenai mengasuh anak. Hal ini bisa sekaligus menjadi media edukasi menarik bagi anak. Selain itu juga bisa menjadi ajang bermain yang seru untuk anak. Semoga pengalaman berharga ini dapat saya pelajari terus hingga nanti berkeluarga dan bergenerasi. Dan semoga memberikan manfaat bagi semua.

Anak Kuat, Anak Milkuat.
Salam hangat teruntuk Generasi Cerdas, Sehat, Hebat, dan Bersemangat!

Referensi:
Pratiwi, D.A. dkk. 2004. Buku Penuntun Biologi SMA Jilid 2 untuk Kelas XI. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Krisno, H. Moch. Agus. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Sulistyanto, Heri dan Edy Wiyono. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD dan MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
tweet dalam twitter

following @Milkuat dan @VIVA_log

Sabtu, 01 Desember 2012

Tafakur Alam


Hidup ini indah, seindah tenggelamnya matahari kala petang datang membayang.
Entah, aku kembali terpesona dengan foto yang kuambil pada 8 Mei 2011 lalu. Petang yang indah. Setelah shalat maghrib di mushola Mujahidin, dekat kostan semasa kuliah, aku memalingkan wajah ke arah barat. Dan takjub melihat lembayung yang menghiasi langit kala itu. Bukan berlebihan, melainkan karena saking jarang nya bisa melihat fenomena seperti ini selama dua tahun lebih tinggal dan hidup di tanah rantau, kawasan Sarmili, Jurangmangu Timur, Tangerang Selatan.
Karya dari Sang Pencipta memang membuat diri memikirkan setiap sisi keindahan dari apa yang dilihat. Decak kagum dengan warna yang terlukis lembut di hamparan langit nan luas meski mungkin berbatas. Lihatlah, semua ini indah. Yakinkan, semua ini mudah bagi Allah.
Rasakan, hidup ini indah. seindah tenggelamnya matahari kala petang datang membayang.

Belajar Menuliskan Kata


Masih ingat kapan pertama kali belajar menulis huruf?
Terbayang kan betapa susahnya mengenal mereka satu demi satu, lalu mengingat-ingat rupa ceria mereka, dan belajar menyatukan mereka dalam satu dua kata, frase, hingga kalimat-kalimat sederhana?
Masih ingat kapan terakhir membaca kata-kata dengan bibir masih terbata mengeja?
Kadang masih terasa bagaimana lelahnya berkata-kata sementara tak tahu makna, tapi diri ingin belajar ketahui.
Masih ingat kapan pertama kali belajar mengenal angka?
Mengenal dari yang biasa, mengerti dari yang sedikit, menghitung dari yang sederhana, menghitung dari apa yang bisa dihitung dan terhitung.
Ya, di masa kecil itu, masa yang penuh dengan pembelajaran. Belajar dari A sampai dengan Z, belajar dari nol sampai tak hingga, atau tak terdefinisi. Lantas, jari jemari yang lugu belajar menorehkannya dalam kertas tempat menuang. Benar menjadikan gembira, salah tak menjadi masalah. Namanya juga belajar.
Sekarang, mereka benar-benar menjadi sosok yang biasa. Biasa dijumpai dalam lembaran kertas dalam seonggok buku. Biasa diketemukan dalam monitor komputer, laptop, handphone, termasuk segala jejaring media dan segala aksesori seputar internet yang mengglobal. Tapi, apakah lantas dengan serta merta diri menjadi dekat, dan mereka bisa memberi manfaat? Semuanya bergantung kepada siapa yang ingin menggali makna dalam setiap rangkaian kata.
Apakah semua hanya mampu menjadi penyimak? Menjadi pasivis yang tak bisa menuangkan makna yang tersimpan dalam dada, tapi pandai berbicara mengumbar apa yang mereka anggap sebagai sebuah kepandaian, yang lantas seolah kata-katanya menyirna?
Seiring jari jemari yang melompat di atas tuts keyboard, hati serasa tertampar dengan perkataan sendiri. Memecah pikiran yang terasa terbelenggu ragu dan malu, seraya berucap dan bertekad, “Mari belajar menulis”.