Senin, 25 November 2013

Passion

Passion. Tema ini terbersit saat ngobrol dengan seorang teller bank sambil menunggu redanya hujan. Sambil tanya-tanya soal pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas deposito, aku bertanya santai, “Mbak sarjana ekonomi?”
“Bukan, saya lulusan sastra Inggris”
“Kok bisa terjun di dunia perbankan?”
“Iya, dulu sewaktu ada recruitment bank ini saya mendaftar dan lolos. Jadilah saya bekerja di bank. Gak nyambung ya?”
“Iya” (sambil garuk-garuk kepala dalam hati, apa? Emang bisa? #abaikan)
 Sepulang dari bank ini, aku baru nyadar, “ngapain jauh-jauh, wong aku juga kuliah gak sesuai bidang yang kusukai (waktu itu)”. Ya, dulu aku paling suka dengan sains. Cita-cita pingin jadi agronom, tapi hasrat ingin jadi guru.
Nyatanya, aku malah kuliah di bidang perpajakan, bertemulah dengan peraturan perundang-undangan dan akuntansi. Awalnya sih serasa tersesat dan tak tahu arah jalan pulang (persis lirik lagu sebuah band?). itulah sisi lain kehidupan yang bernama pilihan. Saat dijalani, ternyata tak seburuk yang kukira. Bahkan, di kampus pun justru banyak bertemu kawan yang berubah haluan dari passion-nya. Di sana kutemui para mantan calon guru, dokter, ekonom, hingga mantan calon insinyur. Mereka meninggalkan kampus sebelumnya dan memilih kuliah di kampus plat merah ini.
Ada apa dengan semua ini? What is the passion? Where is the passion?
Salah satu definisi passion adalah “an intense desire or enthusiasm for something”. Atau secara awam dapat diartikan sebagai “suatu keinginan kuat atau semangat besar pada sesuatu”.
Sebagian orang berpendapat bahwa passion adalah sebuah idealisme. Sebagian lagi beropini bahwa passion dapat berubah, termasuk saat dihadapkan pada realita dan pilihan hidup.
Aku ambil contoh lagi, kawan yang dulu sekolah di jurusan IPS dan punya passion menjadi guru lantaran punya keinginan untuk mengubah wajah pendidikan, saat ini bekerja di perusahaan elektronik dengan “sangkaan” bahwa dia lulusan IPA dilihat dari kinerja baiknya. Sementara kawan lain masih “menunggu” dan mencari pekerjaan yang cocok dengan gelarnya sampai saat ini. Ada juga yang kuliah sesuai passion dan kini menjalani pengabdian luar biasa di berbagai penjuru Indonesia.
Bagaimanapun passion itu bisa terus tumbuh. Disebut juga ia bisa berubah. Bagaimanapun passion akan menjadi bagian dari idealisme hati dan jiwa yang harus siap “beradu” dengan realita. Dan realita itu kerap menampakkan wajah pekerjaan dengan sisi gengsi dan janji penghasilan yang menjanjikan hingga yang tak masuk di nalar. Jika passion ada di hati dan tumbuh dalam jiwa, maka realita ada di depan mata dan keputusan ada di tangan dan garis tangan. Dan passion pun perlu bersiap jika bertemu dengan semboyan “Hidup adalah Pilihan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar