Minggu, 09 Desember 2012

(Belajar) Memaknai Sukses

http://blogs.voices.com/buzz/success.jpg

“Wah, ini dia nih calon orang sukses”
Entah sudah berapa kali aku mendengar rangkaian kata-kata ini. Semakin sering mendengarnya makin sering pula penasaran dengan ada makna apa di dalam kata sukses yang mereka nyatakan. Dan aku hanya bisa meng-aamiin-i (karena kedengarannya itu doa), lantas bertahmid “alhamdulillah” (karena yang patut dipuji hanya Allah).
Setiap manusia berhak untuk sukses –sukses menurut versi masing-masing-. Bahkan Andrie Wongso pun memotivasi dengan kalimat “success is my right”. Jadi, kalau ingin sukses ya “bela hakmu untuk sukses”. Caranya? Ikhtiar (berusaha), melakukan yang terbaik dari segenap kemampuan, lantas bertawakkal hanya kepada Allah.
Pernah mendengar kalimat “orang beruntung itu bisa mengalahkan orang pintar”? Jadi, tak harus pintar untuk menjadi sukses, karena beruntung sudah lebih dari cukup? Bertahun-tahun kata-kata ini tidak terpatahkan dalam pikiran. Hingga akhirnya bertemu dengan buku how to master your Habits karya Ust. Felix Y. Siauw. Di dalamnya ada sebuah kalimat, “Tahukah kita bahwa keberuntungan bukanlah sebuah kejadian acak dan kebetulan?”
Pernah mendengar kisah Abdurrahman bin Auf? Seorang sahabat yang kaya raya, yang kemudian meninggalkan seluruh hartanya dan istrinya, untuk turut berhijrah ke Madinah. Apakah beliau dengan serta merta menjadi orang termiskin di Madinah lantaran seluruh kekayaannya ditinggalkan di Makkah? Dengan berbekal ilmu perdagangan, tatacara  perdagangan, sikap mental pedagang, potensi pasar, diferensiasi, networking, dan semua teknik dagang yang dikuasai, beliau menjadi pedagang sukses di Madinah dan menjadi orang terkaya. Benar-benar from zero to hero.
Semakin usia ini berkurang (bilang saja menua), semakin melihat seberapa banyak mereka yang menilai bahwa pendidikan,

pekerjaan saat ini, atau (lebih muluknya lagi) harta saat ini atau yang bakal diraih di kemudian hari merupakan indikator diraihnya kesuksesan. Dalam konteks ini tak ada maksud sedikitpun untuk memandang sebelah mata pentingnya pendidikan, tapi sekadar menggarisbawahi bahwa kadang pengenyaman pendidikan itu tidak serta merta benar-benar mengubah kepribadian seorang manusia dan kapabilitasnya sehingga menjadi jaminan bertahun lagi dia akan sukses. Seyogianya, pendidikan menjadi ajang penggemblengan sikap mental pembelajar, yang kelak akan menjadi pekerja-pekerja hebat dalam bidangnya. Tapi, kalau sejenak bercermin, apakah kita sudah mempersiapkan diri dan mental, serta menginterpretasikan dalam kebiasaan-kebiasaan dalam bergulirnya hari yang kelihatannya datar? Apakah keinginan sukses hanya akan menjadi hiasan di mulut yang akan lenyap bagai asap? Terlepas dari apapun makna sukses bagi tiap-tiap mata penglihatnya.
Awamnya, kesuksesan menjadi tonggak dari kebahagiaan seseorang. Nah kalau dibalik, kebahagiaan itu menjadi tolok ukur kesuksesan seorang manusia. Bahagia. Sukses. Bahagia karena sukses melawan hawa nafsunya. Bahagia karena berjuang untuk senantiasa berjalan di jalan Rabbnya. Bahagia karena sukses mensyukuri setiap anugerah dan musibah. Bahagia karena sukses mencurahkan segala potensi diri.
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui karena penulis masih jauh dari layak untuk itu. Tulisan ini hanya sekadar tamparan jiwa bagi diri pribadi yang acap tak sadar diri dalam belajar menyeimbangkan kata ingin dan ikhtiar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar